Sayup-sayup hembusan angin menembus dinding rumah itu, rumah dengan dinding geribik yang terbuat dari anyaman bambu. Dinginnya menusuk hingga ke relung jiwa, membangunkan tiap-tiap insan di dalamnya. Gadis kecil itu beranjak bangun dari tempat tidurnya, dan memulai hari ini. Silah Pancalia namanya, akrab di panggil Silah oleh sekelilingnya. Sejak kecil, Silah di asuh oleh kedua Mbahnya bernama Mbah Udah dan Mbah Adam. Kedua orang tuanya telah lama berpisah, bahkan sejak gadis ini masih berusia 7 bulan di dalam kandungan Ibunya. Ayahnya pergi dengan wanita lain, meninggalkan Ibunya. Tak sudi di madu, ibunya memilih bercerai dan menghidupi Silah seorang diri. Setelah lahir, ibunya terpaksa merantau demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Di sinilah kisah gadis ini dimulai.
Cerita pertamaku…
Dengan penuh kesedihan dan tangis yang terbendung, Ibu mencium pipiku, dan berkata padaku “ Semua ini untuk kamu” lalu aku dan mbah Adam mengantarkan Ibu ke terminal bus Lebakwangi, satu-satunya terminal bus di kotaku. Bus yang di tunggangi ibu itu perlahan pergi meninggalkan aku dan mbah, dari balik jendela kaca ibu melambaikan tanggannya, aku yang belum mengerti artinya perpisahan saat itu hanya bisa menangis dan menjerit dan memanggil “mama” dalam hati aku berkata jika saja aku sudah dewasa, akan ku kejar bus itu meski harus ke ujung dunia, demi tidak berpisah dengan ibuku” . Kemudian aku dan mbah adam pulang kerumah, sesampainya di rumah, kuhampiri mbah Udah dan mengadu akan perpisahan kami di terminal bus itu. “Aku ditinggal mama naik bus.. hiks..hiks…” Mbah Udahpun menghapus air mataku dan memelukku, berkata “ nanti mama pulang lagi, sekarang mama kerja dulu untuk beli tas dan sepatu Silah, besok kan Silah sudah mulai sekolah” , mendengar hal itu aku langsung tersenyum dan berhenti menangis.
Bersambung…..
Komentar
Posting Komentar